Bersama KELUARGA MAHASISWA KLATEN UNIVERSITAS DIPONEGORO

dokumentasi pribadi dalam berbagai kesempatan kegiatan.

KMK UNDIP 2009

outbound keluarga mahasiswa klaten undip 2010, kmk angkatan 2009.

@ Gedung FISIP Undip

bersama rekan seperjuangan di S1 ilmu pemerintahan reg 1 angkatan 2009 fisip undip.fotoku malah ga kliatan ig

narsis mode on

berada di depan pusat pemerintahan kabupaten Klaten, smoga kelak aku bisa berkontribusi nyata untuk kota kelahiranku tercinta

DA 14

bersam temen seperjuangan di Dewan Ambalan SMANSA Klaten, miss u all

Minggu, 26 September 2010

PKL ohh pkL

Bahwa sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu pula sebuah gejala yang disebut masalah sosial terjadi didalam lingkungan masyarakat tersebut. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh perilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi.
Pada jalur yang searah, sejak tumbuhnya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek studi kehidupan masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan. Dari masa ke masa para sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang luas dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial. Salah satu fenomena sosial tersebut adalah pro kontara keberadaan pedagang kakim lima.
Pedagang Kaki Lima atau yang sering kita sebut dengan PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Pedagang kaki lima sendiri memiliki banyak makna, ada yang mengatakan tren “PKL” berasal dari orang yang berjualan dengan menggelar barang dagangannya dengan bangku atau meja yang berkaki empat kemudian jika ditambah dengan sepasang kaki pedagangnya maka menjadi berkaki lima sehingga timbullah julukan pedagang kaki lima. Tak hanya itu saja, ada juga yang memaknai PKL sebagai pedagang yang menggelar dagangannya di tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5feet ) dari trotoar atau tepi jalan. Ada pula yang memaknai PKL dengan orang yang melakukan kegiatan usaha berdagang dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dan dilakukan secara tidak tetap dengan kemampuan yang terbatas, berlokasi di tempat atau puast-pusat keramaian. Dimana di suatu tempat itu ada keramainan, maka disitu pula akan ada pedagang pedagang yang menjajakan dagangannya.
PEMBAHASAN
A.Keberadaan pedagang kaki lima sebagai masalah sosial

Masalah sosial merupakan suatu fenomena yang mempunyai berbagai dimensi, karena begitu banyaknya dimensi yang terdapat padanya, mengakibatkan hal ini menjadi dasar kajian, akan tetapi meskipun gejala sosial ini telah lama, sampai sekarang belum pernah diperoleh rumusan pengertian yang disepakati berbagai pihak. Pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan nilai, norma dan standar yang berlaku. Selain itu masalah sosial dianggap sebagai masalah yang menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian baik fosik maupun non fisik.
Persoalan PKL yang bermuara pada kemiskinan dan kesempatan kerja tidak terlepas dari konteks globalisasi, krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan kesenjangan pembangunan kota-desa di Indonesia. Dalam konteks globalisasi terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan antara masyarakat negara maju dengan negara berkembang. Masyarakat negara maju (1/3 dari jumlah penduduk dunia) menguasai 80% sumber daya dibanding dengan masyarakat negara berkembang (2/3 dari jumlah penduduk dunia), akibat kesenjangan yang tinggi pembangunan yang diformulasikan dulu dinyatakan gagal karena pembangunan justru semakin meningkatkan penduduk miskin, pengangguran, ketidakadilan jender, penyakit menular, angka putus sekolah dan pencemaran lingkungan.
Kebanyakan pedagang kaki lima (PKL) ini bermodal kecil dan menjalankan profesi ini hanya untuk memenuhi tuntutan biaya hidup yang makin tinggi. Kebanyakan pula dari mereka tidak mempunyai keahlian-keahlian khusus. Mereka hanya punya semangat untuk bertahan di tengah persaingan hidup yang semakin ketat.
Keberadaan pedagang kaki lima memang sungguh sebuah dilema yang kita hadapi, disatu sisi ada yang mendukung keberadaan pedagang kaki lima , akan tetapi di satu sisi ada juga yang menolak keberadaan pedang kaki lima tersebut. Masyarakat pedagang kaki lima pada umumnya adalah masyarakat yang mencoba bertahan hidup didalam situasi sesulit apapun dan mereka ini mempunyai mental yang cukup kuat dan apabila mereka dihadapkan pada situasi yang cukup sulit, maka mereka akan dengan mudah mengatasi.
Disatu sisi, masyarakat pedagang kaki lima ini sangat lemah dari keleluasaan dan juga sangat lemah terhadap hak azazi manusia karena dilain sisi, pedagang juga mengharapkan adanya perlindungan hak mereka untuk berusaha, tetapi disisi lain kadang kadang mereka mengganggu hak azazi orang lain. Peramasalahnya, justru dalam hal inilah mereka berusaha karena ternyata mereka sangat memanfaatkan jalur sirkulasi yang ada didaerah pertokoan dan apabila hal ini didiamkan maka akan menjadi masalah serius bagi lingkungan setempat dan pada akhirnya menjadi masalah serius bagi perkotaan.
Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima sering kali dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.
Hampir di setiap pinggir-pinggir jalan banyak kita jumpai pedagang kaki lima yang menjajakan dagangan mereka, mulai dari makanan, minuman, rokok sampai berbagai macam acsesoris-acsesoris. Para pedagang kaki lima berjajar menjajakan dagangannya di pinggir-pinggir jalan yang sesungguhnya diperuntukan bagi para pejalan kaki, para pejalan kaki pun sering kali merasa terganggu oleh adanya para pedagang-pedagang tersebut. Bukan hanya itu, para pengguna kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut juga merasa terganggu akibat adanya pedagang kaki lima tersebut, arus lalu lintas sering kali terganggu akibat orang-orang yang membeli di pedagang kaki lima yang memarkirkan kendaraanya di pinggir jalan, jalan pun menjadi bertambah padat. Ditambah lagi kesemrawutan/ketidak beraturanya pedagang kaki lima juga merusak keindahan tempat tersebut.
Sebenarnya pedagang kaki lima tidak hanya bisa kita temui di pinggiran jalan saja, tetapi di beberapa jembatan penyeberangan di kota-kota besar sering kali kita temui para pedagang yang menjajakan dagangannya. Jembatan penyeberangan yang sesungguhnya dibuat untuk membantu memudahkan penyeberangan pejalan kaki kadang kali di penuhi para pedagang yang nerjajar menjajakan dagangannya, akibatnya pun para pejalan kaki yang menggunakan jembatan penyeberangan merasa terganggu dan kurang nyaman.
Masyarakat yang pro atau mendukung keberadaan pedagang kaki lima merasa terbantu dengan keberadaan para pedagang kaki lima ini, mereka merasa lebih praktis dan dari segi harga yang lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan harga toko dengan kwalitas yang tidak jauh berbeda. Misalnya kita membeli makanan, di tempat pedagang kaki lima kadang harganya lebih murah dari pada kita membeli di kantin atau rumah makan dan dari segi rasa yang tidah jauh berbeda. Akan tetapi sebagaian masyarakan meraskan dampak negatif atau terganggu dengan keberadaan pedagang kaki lima, masyarakat ini merasakan dampak yang kurang menguntungkan dengan adanya pedagang-pedagang ini, seperti hilangnya keindahan suatu tempat (kota), arus lalu lintas yang padat dan bahkan menimbulkan kemacetan, ruang hijau atau ruang publik yang berubah menjadi area pedagang kaki lima, troroar yang semakin sempit, kurangnya lahan untuk parkir, dsb.
B. Permasalahan PKL
Permasalahan Pedagang Kaki Lima antara lain:
a. Penggunaan ruang publik bukan untuk fungsi semestinya dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri
b. Pencemaran yang dilakukan sering diabaikan oleh PKL
c. Sebagian besar PKL tidak mendapat perlindungan dari ancaman jiwa, kesehatan maupun jaminan masa depan. Resiko semacam itu belum mendapat perhatian karena perhatian masih tertuju pada pemenuhan kebutuhan pokok
d. Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara pengusaha yang membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar ”pajak tidak resmi”), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan berbagai pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara informal dengan menyebarkan operasinya melalui unit-unit PKL.
e. Ketiadaan perlindungan hukum menyebabkan pekerja di ekonomi informal rentan eksploitasi, baik pelaku di PKL itu sendiri, rekanan usaha dari sektor formal maupun dari oknum tertentu baik dari pemegang kebijakan lokal yang resmi maupun preman
f. Mobilitas sebagian PKL di satu sisi merupakan alat survival namun di sisi lain menyulitkan upaya pemberdayaan
g. Timbulnya ”parallel structure” yaitu kerangka aliran uang yang berupa setoran di luar aliran uang resmi atau pajak ke pemerintah. Hal tersebut menyebabkan ketergantungan sebagian oknum pemerintah pada keberadaan PKL


C. Fenomena pedagang kaki lima dari aspaek hukum
Pedagang Kaki Lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia ) ini. Pedagang kaki lima ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan. Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang tertinggi yaitu UUD 45. Diantaranya adalah :
Pasal 27 ayat (2) UUD 45 :
“ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Pasal 31 UUD 45 :
(1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 33 UUD 45 :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 34 UUD 45 :
(1) Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh Negara
(2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dengan adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam UUD 45, hal ini menunjukkan bahwa Negara kita adalah Negara hukum. Segala hal yang berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak serta sanksi semuanya diatur oleh hukum.
Akan tetapi ternyata ketentuan-ketentuan diatas hanya berkutat pada kertas saja. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah dalam bidang pendidikan, perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan belum pernah terealisasi secara sempurna. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya jumlah rakyat miskin di Indonesia . Kemiskinan ini diakibatkan oleh tidak adanya pemerataan kemajuan perekonomian, peningkatan kwalitas pendidikan dan penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah. Data terakhir dari jumlah rakyat miskin di Indonesia adalah 18 juta keluarga, jika setiap keluarga terdiri dari 3 orang, itu berarti terdapat sekitar 54 juta jiwa penduduk Indonesia termasuk kategori miskin (sumber Badan Pusat Statistik).[2]Jumlah ini masih yang terdata, bagaimana dengan orang-orang miskin yang tidak terdata, mungkin jumlahnya akan semakin besar.
Mengapa rakyat miskin ini sangat besar jumlahnya ?. Padahal pemerintah telah diberi tangung jawab oleh UUD 1945. Permasalahan ini timbul diakibatkan oleh adanya watak atau mental para birokrat kita yang korup. Sudah banyak sekali dana baik itu dari RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearah) atau bantuan dari Negara-negara maju didalam menuntaskan masalah kemiskinan. Dana-dana tersebut banyak yang tidak jelas penggunaannya, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang penggunaannya hanya untuk memperkaya para pihak birokrat saja.
Jadi sangat wajar sekali fenomena Pedagang Kaki Lima ini merupakan imbas dari semakin banyaknya jumlah rakyat miskin di Indonesia . Mereka berdagang hanya karena tidak ada pilihan lain, mereka tidak memiliki kemampuan pendidikan yang memadai, dan tidak memiliki tingkat pendapatan ekonomi yang baik dan tidak adanyanya lapangan pekerjaan yang tersedia buat mereka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk membiayai keluarganya ia harus berdagang di kaki lima . Mengapa pilihannya adalah pedagang kaki lima ? Karena pekerjaan ini sesuai dengan kemampuan mereka, yaitu modalnya tidak besar, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi, dan mudah untuk di kerjakan.
Di Negara kita ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur tentang pedagang kaki lima . Padahal fenomena pedagang kaki lima sudah merupakan permasalahan yang pelik dan juga sudah merupakan permasalahan nasional, karena disetiap kota pasti ada pedagang kaki limanya. Pengaturan mengenai Pedagang Kaki Lima ini hanya terdapat dalam peraturan daerah (perda). Perda ini hanya mengatur tentang pelarangan untuk berdagang bagi PKL di daerah-daerah yang sudak ditentukan.
D. Upaya mengatasi masalah keberadaan pedagang kaki lima
Di media media masa seperti koran dan televisi, hampir setiap saat kita mendengar pemberitaan mengenai penggusuran atau penertiban pedagang kaki lima yang dilakukan oleh pihak yang berwajib (Satpol PP), disetiap penggusuran tersebut sering kali diwarnai penolakan-penolakan yang dilakukan para pedagang hingga kadang kali berakhir dengan bentrok fisik antara PKL dengan petugas. PKL dan petugas sama-sama tidak mau mengalah. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan haruslah bijaksana dalam mengambil kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jangan sampai setiap mengambil suatu keputusan kemudian menimbulkan masalah yang baru.
Sebenarnya banyak upaya-upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah keberadaan pedagang kaki lima, antara lain :
• Pemerintah harus mampu memprediksi permasalahn yang muncul dalam masyarakat, sehingga mampu membuat kebijakan yang bersifat prefentif
• Pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan-peraturan yang harus ditaati serta mensosialisasikan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian maka masyarakat akan sadar dengan hak dan kewajibannya
• Dilakukan sebuah study kelayakan terhadap tempat yang baru. Sehingga tempat yang baru tidak membuat PKL mengalami kerugian. Atau pemerintah membuat daerah perekonomian baru.
• Pemerintah seharusnya sebelum melakukan penertiban, harus mensosialisasikan dulu pada para PKL (misalnya dengan mengadakan dialog), bahwa akan ada penertiban, dan menyediakan tempat relokasi yang baru, sehingga para pedagang tetap bisa berdagang.
• Pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta (pemilik lahan) supaya tidak terjadi adanya lahan tidur.
Kita bisa melihat Kota Solo di bawah kepemimpinan Joko Widodo, telah melakukan langkah-langkah kongkrit yang membuat Kota Solo dikenal sebagai kota yang ramah terhadap PKL. Kebijakan utama pengelolaan PKL di Kota Solo meliputi pembinaan, penataan, dan penertiban. Pembinaan mengasumsikan bahwa bisnis dan karakter PKL perlu dibangun dan dikembangkan dengan memberi mereka bimbingan dan penyuluhan, termasuk informasi tentang peraturan dan tanggung jawab PKL dalam memelihara ketertiban di Kota Solo. Istilah penataan berarti mengelola PKL secara fisik agar mereka lebih rapih teratur. Selain itu ada kebijakan penertiban yang dilakukan pemerintah dalam upaya “memaksa” PKL untuk pindah atau atau kadang kala merelokasi mereka ke tempat baru. Kebijakan yang dibuat Kantor PPKL sebagian besar disusun secara persuasif dengan melibatkan kelompok-kelompok PKL sendiri. Sebagai hasilnya, keramahan Kota Solo terhadap PKL bisa ditunjukkan secara fisik (ruang), secara sosial-ekonomi, secara aturan, maupun secara kesempatan.
KESIMPULAN
PKL merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh hampir semua wilayah di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Sebagian masyarakat kurang mendukung adanya PKL yang mengganggu kenyamanan mereka, seperti arus lalu lintas yang menjadi macet, berkurangnya keindahan kota dan menimbulkan pencemaran. Akan tetapi ada juga sebagian masyarakat yang mendukung adanya PKL dengan alasan lebih praktis dan harga yang lebih murah.
Sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah memaikan peran sebagai pelaku shadow economy. Nasib PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat. PKL merupakan sebuah wujud kreatifitas masyarakat yang kurang mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan kerugian pada eleman masyarakat yang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Mujiran, paulus. 2003. Kerikil-kerikil dimasa Transisi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
http://hmibecak.wordpress.com/2007/08/01/melihat-fenomena-pedagang-kaki-lima-melalui-aspek-hukum
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2008-03 27/5306/Bagong_:_Jangan_Selesaikan_Masalah_PKL_Secara_Parsial
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_Kaki_Lima
veronicakumurur.blogspot.com/.../pedagang-kaki-lima-pkl-dan-potensinya.html -

‘’Pengaruh Budaya Pop Terhadap Pembentukan Pola Pikir Pemuda dan Mahasiswa’’

Resume Studium General
‘’Pengaruh Budaya Pop Terhadap Pembentukan Pola Pikir Pemuda dan Mahasiswa’’
Stadium general yang diadakan Fisip Study Club beberapa waktu lalu mengambil tema mengenai ‘’Pengaruh Budaya Pop Terhadap Pembentukan Pola Pikir Pemuda dan Mahasiswa’’ dengan pembicara Drs, Turtiantoro, M.si dan Prof. Ir. Eko Budiharjo, M.sc. Prof. Ir. Eko Budiharjo, M.sc bertindak sebagai pembicara pada sesi pertama, beliau mengurai banyak mengenai hakikat kebudayaan. Kebudayaan merupakan norma dan tata nilai, perilaku berpola(adat istiadat, upacara) dan artefak fisik. Kemudian kebudayaan adiluhung merupakan hasil terbaik oleh pikir dan rasa manusia, puncak cipta karsa pujangga, dan proses dan produk kontemplasi atau perenungan.
Kebudayaan pop mengandung arti perlawanan terhadap kemampuan, rekayasa kapitalisme mengelabuhi kesadaran rakyat, kreativitas minimal keseharian. Budaya pop mempunyai dampak negatif yaitu mental menerobos, hedonisme, kedangkalan pemikiran dan pragmatisme. Akan tetapi kebudayaan pop juga membawa dampak yang positif yaitu kebebasan berkreasi, tuntutan zaman, loncatan katak, danzig zengging. Manusia yang berkebudayaan bisa diterapkan bila mengembangkan potensi secara maksimal. Beliau membagi tahapan dari manusia yang berfikir, manusia yang berkarya hingga manusia yang berorientasi ekonomi. Budaya pop merupakan produk tripartil sains- teknologi-industri, yang terfragmentasi mekanitik.
Kemudian pada komonitas punk, mereka menganggap peniti sebagai anting’’ bukan untuk menautkan kelompok. Komonitas punk juga bisa berarti sebagai lambang perlawanan, budaya tandingan.
Dalam memandang atau menilai suatu kebudayaan baru yang masuk ke kebudayaan kita bisa bersikap ‘’both and’’ atau memadukan kebudayaan itu dan menyaring kebudayaan yang sesuai dengan jadi diri kita. Kita jangn bersikap ‘’either or’’ atau memelih salah satu.
Kumudian pada Sesi kedua dengan pembicara Drs, Turtiantoro, M.si mengurai kaitannya sumpah pemuda dengan budaya pop. Beliau mengurai peranan pemuda pada zaman dahulu dengan pemuda sekarang. Dimana pada zaman dahulu pemuda bisa bersatu dan mencetuskan sumpah pemuda sebagai titik kebangkitan pemuda untuk merdeka dari penjajahan. Akan tetepi kondisi pemuda sekarang jauh berbedadari dahulu, seiring dengan perkembangan zaman banyak pemuda sekarang yang cenderung tidak mau bekerja keras, dan mencari yang instan terkesan mau enaknya saja, kadang kita terpengaruh dengan kebudayaan barat dan kurang bisa menyaring kebudayaan itu.
Yang perlu kita lakukan adalah menjaga, merawat, menyempurnakan dan meneruskan apa yang telah ada sekarang. Jangan sampai apa yang telah diparjuangkan para pahlawan dahulu kita sia-siakan.

kata'' mutiara heroes 14... :-)

pada masi ingat kah kata kata mutiara ini...
haha,,,,, yang biasa keluar saat kita kumpul'' dulu,,,,
:P

goosiip baruu,, gosip baruuuu....
Po tak piker?????
Lha kowe ki spa ???
Tekek munine awwwaaaaaan ?
Duh pak peeriih
hadududuh kebelit pi”s
Tapok parruutt
Bisa berhubungan…tittttt”.???
Tetep geluuud..... maap yaa..maap yaaaa..
Sabar buuuu
yang sini mampet yg sna enggak??
Bukak sitik josss
Adem benerrrrrrrrrr
Sekali gosong tetep goZong
kremPeng mana kerenz
Jan kowe ra ngerti aq tanan to? Horaaaaaaa
''sok herooo''
Kemprettyyyyyyy
udah maem belumm`???
yu gila yu, crazy yuu
EdaaNnn yeee….Ehhh,,taU ga sieeee?
Mz ganTeng Facial dmn?
TuR yo biasa wae
Ehm…eiyaaa..eiyaa..
A yaduh, B yaduh…
''Yo do Tego''?

Yo bangga?
ikieee….ikieee…
wellehhh…aq kiee,,,,,

Pentinggg urip,,,
Ngejak War yee???
Salah paham isoh gelud!!!!

mak noeell
hore bsog jlan” ke kota.... ndeso ndesone ketok
yoo sorry sik kie

ngonowe dianggep getokan ... opo to kui’ bodo’ aaaamat

bu’unG dosa Lhoo !! SeBodo Kebooooo Kalem wae ii lho bOOz !!

Kalem wae kAro cewek!!
Abab_mu mbalik
sobek2 muludmu

ijjjaaaaah !!!!!!!!! iya ny
dimulai dari 0 ya pak........

hoho.....

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More