Rabu, 11 Mei 2011

Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Legislasi


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Legislasi
A. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian dalam sistem pemerintahan presidensial menjadi sangat menarik karena anggota lembaga legislatif dan presiden dipilih langsung oleh rakyat. Tentunya hal ini akan berpengaruh ketika anggota legislatif menentukan pilihan politik yang berbeda dengan presiden, seringkali sistem presidensial terjebak dalam pemerintahan yang terbelah antara pemenang kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif. Biasanya dukungan legislatif sulit didapat jika sistem presidensial dibangun dalam sistem multipartai. Dengan begitu rasanya banyak kalangan yang meragukan keberlangsungan dan stabilitas pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial. Pertanyaan yang muncul terkait dalam sistem pemerintahan presidensial multipartai adalah mengapa sistem multipartai dan sistem pemerintahan presidensial sulit digabungkan?. Keadaan semakin rumit karena legislatif dan eksekutif sama-sama mendapat mandat dari rakyat. Konflik antara eksekutif dan legislatif pun sering kali terjadi. Sistem multipartai dan sistem presidensial merupakn kombinasi yang sulit untuk sebuah pemerintahan yang demokratis. Kesulitan bukan hanya terletak pada konsensus antara dua lembaga, presiden dan lembaga legislatif, melaiankan juga kekuatan-kekuatan dilembaga legislatif sendiri.
Berkenaan dengan dukungan legislatif kepada presiden, meskipun presiden memenangkan pemilu , tidak jarang parpol presiden menjadi kekuatan minoritas di legislatif. Perbedaan antara kekuatan mayoritas dan minoritas dilembaga legislatif terhadap dukungan terhadap kebijakan presiden, tentunya berdampak pada ketegangan di antara keduanya. Salah satu contoh nyata pemerintahan yang terbelah adalah pada saat pembahasan rancangan undang-undang keuangan negara 1995-1996 di Amerika Serikat. Saat itu, kongres dikuasai Partai Republik sedangkan Presidan Bill Clinton berasal dari Partai Demokrat.
Guna mendapat dukungan dilembaga legislatif, presiden melakukan koalisi dengan sejumlah partai politik, seringkali pembentukan koalisi ini jauh lebih sulit dibandingakan dengan koalisi dalam sistem parlementer, sistem koalisi dalam sistem presidensial lebih rapuh jika dibandingkan dengan koalisi dalam sistem parlemeter.
Dalam fungsi legislasi, kombinasi antara presiden yang mendapat dukungan minoritas dilembaga legislatif dalam sistem multipartai akan dapat menimbulkan kesulitan tersendiri. Kesulitan pertama, Konsolidasi presiden dengan lembaga eksekutif yang sama-sama mendapat mandat dari rakyat. Jika koalisi tidak terbentuk, ketegangan antara presiden dan lembaga eksekuif akan berlangsung dalam waktu lama. Kedua, kesulitan melakukan konsolidasi antarpartai politik dilembaga eksekutif. Dengan beragamnya parti politik, akan mempertajam perbedaan kepentingan selam proses legislasi. Ketiga, dalam sistem dua kamar, akan terjadi konsolidasi berlapis, yaitu konsolidasi di masing-masing kamar, kemudian konsolidasi antar kamar, dan setelah itu konsolidasi antar lembaga eksekutif dengan presiden. Konsolidasi-konsolidasi yang dilakukan berpotensi mempersulit dan memperlama penyelesaian suatu rancangan undang-undang, dan sekiranya tidak ditemukan jalan keluar, proses legislasi akan mengalami kebuntuan (deadlock).

B. Partisipasi Masyarakat.
Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok, secara aktif dalam penentuan kebujakan publik atau peraturan perundang-undangan. Sebagai sebuah konsep yang berkembang dalam sistem politik modern, partisipasi merupakan ruang bagi masyarakat untuk melakukan negosiasi dalam perumusan kebijakan terutama yang berdapak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Partisipasi publik diperlukan guna memastikan bahwa kepentingan masyarakat tidak diabaikan. Sementara itu, dalam keberadaan lembaga legislatif sendiri, keharusan partisipasi masyarakat memunculkan perdebatan antara kelompok yang pro dan kontra.
Dalam amanat pasal 53 UU no. 10/2004, tatib DPR menentukan bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui dua tahapan, yaitu dalam rangka penyiapan RUU dan dalam rangka pembahasan RUU. Dalam tahapan kedua tersebut, masyarakat berhak untuk memberikan masukan tertulis maupun lisan.
Menurut Bagir Manan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam partisipasi masyarakat, antara lain dengan :
 Mengikutsertakan dalam tim ahli atau kelompok-kelompok kerja.
 Melakukan public hearing atau mengndang dalam rapat-rapat.
 Melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan.
 Melakukan workshop sebelum resmi dibahs di Dewan.
 Mempublikasikan peraturan agar mendapat tanggapan publik.
Secara hukum, hak masyarakat untuk berpartisipasi akan terlanggar jika pembentukan undang-undang tidak membuka ruang untuk itu. Jika hal iyu terjadi, sebuah undang-undang dapat dikatakan tidak memenuhi syarat formal undang-undang. Hal ini dapat dijadikan sebagai alasan untuk melakukan uji formal ke Mahkamah Konstitusi.

C. Mahkamah Konsitusi
Untuk menghindari kemungkinan adanya undang-undang yang merugika kepentingan masyarakat, proses dan tata-cara pembentukan undang-undang ditata sedemikian rupa hingga semua proses berlangsung dalam kerangka check and balances.
Judicial riview merupakan upaya untuk menguji undang-undang yang dihasilkan oleh lembaga legislatif. Judicial riview merupakan jaminan bagi rakyat atas hasil legislasi yang menyimpang dari aspirasi fundamental rakyat, sehingga bisa dikatakan bahwa judicial riview sebagai kontrol eksternal dalam proses legislasi. Mahkamah Konstitusi dibentuk dan diberi wewenang, salah satunya adalah pengujian undang-undang terhadap UUD 45. Salah satu pengaruh kewenangan judicial riview MK dalam fungsi legislasi adalah melakukan pengujian undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi dasar, dengan kata lain MK menjadi pengontrol bagi kekuasaan legislatif dalam hal kemungkinan adanya kesalahan formal maupun subtansial dalm proses legislasi.
Beberapa bentuk putusan MK dalam konsep purifikasi antara lain ;
1. Mengabulkan permohonan yang diajukan pemohon secara keseluruhan.
2. Mengabulkan sebagian pemohon yang diajukan pemohon
3. Mengajukan permohonan pemohon secara meluas, yakni mengabulkan melebihi dari yang dimintakan oleh pemohon.
4. Mengabulkan dengan penundaan pemberlakuannya.
5. Mengabulkan permohonan yang diajukan dengan syarat.
Efek dari bentuk putusan MK tersebut bisa berupa implikasi pada pembentukan undang-undang yaitu dengan melakukan revisi, mengubah atau sekaligus mengganti dengan undang-undang yang baru atau dapat juga membuat undang-undang yang baru sama sekali. Dari tahun ke tahaun MK menerima pengaduan permohonan uji materi yang jumlahnya cenderung meningkat, misalanya pada tahun 2009 terdapat 78 permohonan judicial riview, sedang pada tahun 2008 berjumlah 36 permohonan. Salah satu hasil keputusan MK adalah putusan MK mengenai calon perseorangan dalam pemilukada yang diataur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Setelah MK membatalkan beberapa pasal dalam UU tersebut dan UU tersebut harus direvisi agar calon perseorangan bisa ikut dalam pemilihan kepala daerah. Untuk itu telah disahkan UU No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU 32 Tahun 2004.
Dengan kehadiran mahkamah konstitusi membuat pembentukan undang-undang menjadi lebih hati-hati atas kemungkinan adanya invalidasi undang-undang oleh MK.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More