Rabu, 25 Mei 2011

tentang max webber


MAXIMILIAN WEBER (1864-1920)

A. Biografi Max Weber
Maximilian Weber atau yang terkenal dengan sebutan Max Weber lahir di Erfurt, Thuringia, Jerman tanggal 21 April 1894 dan meninggal di Munchen, Jerman tanggal 14 Juni 1920 tepatnya pada usia 56 tahun. Dia adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiologi dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Weber menempati posisi penting dalam perkembangan sosiologi dimana signifikasinya tidak semata-mata bersifat historis, tapi ia juga menjadi sebuah kekuatan yang sangat berpengaruh dalam sosiologi kontemporer. Weber tidak sejalan dengan pandangan politik ayahnya dan sering kali berselisih pendapat karena liberalism Weber yang sangat mendukung demokrasi dan kebebasan manusia. Ibunya, Helen Weber, adalah seorang Protestan-Calvinis, dengan ide-ide absolutis moral yang kuat. Weber sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan serta pendekatan ibunya kepada kehidupan. Meskipun Weber tidak menyatakan sebagai seorang yang religius, tetapi agama juga mempengaruhi pikiran dan tulisan-tulisannya. Misalnya, selain meneliti agama Kristen, Weber juga mempelajari agama-agama lain secara luas, seperti Konfusianisme, Hindu, Budha, Yahudi dan Islam. Buku The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism merupakan sebuah model dari metode historis dan sosiologis yang ditempuh Weber dalam meneliti tentang hubungan antara Calvinisme dan kemunculan kapitalisme.
Pendidikan Weber ditempuh di universitas Heidelberg, Goettingen dan Berlin, dan ia melanjutkan di perguruan tinggi yang disebut terakhir itu setelah memperoleh kualifikasi untuk praktik hukum di pengadilan-pengadilan di kota besar itu. Dia memperoleh gelar profesor penuh dalam bidang ekonomi di Freiburg dalam usia tiga puluh tahun, sebuah prestasi yang sangat menonjol dalam dunia akademis Jerman yang terkenal hierarkis dan berorientasi senioritas. Pada tahun 1896 ia memperoleh jabatan mengajar di Heidelberg, tetapi setahun kemudian ia menderita kelumpuhan syaraf yang, meskipun sudah sembuh sebagian, tidak memungkinkannya untuk mengemban secara penuh jabatan akademis itu selama sisa hidupnya. Selama empat tahun ia tidak aktif dalam pengembangan intelektual. Kemudian setelah itu selama 14 tahun, ia dapat menjalankan tugas-tugas akademis
B. Pemikiran Max Weber
Karya Weber yang paling populer adalah esai yang berjudul “Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme”, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, “Politik sebagai Panggilan”, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.
Berikut ini adalah poin-poin penting dari pemikiran Weber:
1. Pengaruh Intelektual
Bersamaan dengan pendapat filsafat Immanuel Kant (1724-1804) uang berpendapat bahwa “Metode-metode ilmu pengetahuan alam memberikan kita suatu pengetahuan yang benar mengenai dunia fenomenal eksternal yaitu dunia yang kita alami melalui rasa-rasa kita”. Karena sosiologi mesti memperhatikan analisa-analisa empirik dari masyarakat dan sejarah, metode sosiologi tentunya berbeda dengan metode ilmu pengetahuan alam. Analisa sosiologis meneliti dan mempelajari tindakan sosial dan konteks interaksi sosial, dan harus interpretive (didasari oleh pemahaman, verstehen), tidak melihat manusia sebagai objek yang hanya didorong oleh kekuatan-kekuatan impersonal. Pengaruh-pengaruh seperti ini dapat dilihat dalam pendekatan Weber mengenai metodologi, pemahaman dan tindakan sosial. Dari sinilah, Weber mengkritik pemikir positivis seperti Comte yang berusaha menyamakan ilmu sosial dengan ilmu alam. Kedua disiplin ilmu tersebut tidak bisa disamakan, ilmu alam lebih menekankan pada “penjelasan” (explanation; erklaren), sementara ilmu sosial sangat terkait dengan “pemahaman” (understanding; verstehen). Seperti Dilthey, Weber lebih menekankan pentingnya makna subjektif dan menolak bahwa kebudayaan manusia dapat difahami secara memadai tanpa interpretasi nilai.
2. Ideologi dan Paham Individualisme
Weber sangat apresiatif terhadap paham individualism. Bahkan ia memperjuangkan faham ini. Ia juga menganggap dirinya sebagai seorang yang liberal, tetapi liberalismenya adalah “authoritarian liberalism”. Disamping itu, ia juga pembela kapitalisme Barat yang gigih, tetapi pada saat yang sama ia juga menjelaskan karakteristik kapitalisme yang kontradiktif dan berpotensi merusak. Ia sangat mendukung kebebasan, tetapi sangat skeptis terhadap demokrasi popular, dan tidak pernah meninggalkan ketertarikannya pada kepemimpinan politik yang otoriter dan despotik.
3. Konsepsi Ilmu Sosial dan Metodologi Weber
a. Penekanan Weber adalah pada tindakan sosial (social action), bukan struktur sosial. Dalam hubungan ini, ia membedakan empat tipe utama tindakan sosial: zweckrational (rasionalitas tujuan), wertrational (rasionalitas nilai), affective action (tindakan afektif) dan traditional action (tindakan tradisional).
b. Penekanan pada makna (meaning). Disini ia mengemukakan suatu metode penelitian yang spesifik, yaitu verstehen. Metode ini dapat digambarkan sebagai upaya memahami aksi sosial melalui pemahaman empatik terhadap nilai dan kebudayaan orang lain.
c. Ketiga, penekanan pada sosiologi bebas nilai. Dalam hal ini, Weber menyatakan bahwa ilmu selamanya tidak boleh menyajikan norma dan ideal-ideal yang mengikat, dan dijadikan acuan bagi aktifitas praktis.
4. Sosiologi Agama dan Etika Protestan
Weber mengungkapkan bahwa segi keagamaan Kristen yang paling berpengaruh bagi pertumbuhan kapitalisme modern adalah justru asketisme. Asketisme ini dalam perkembangan agama Kristen, diwakili secara ekstrem dalam puritanisme yang muncul di Inggris pada abad ke-16 dan 17 sebagai kelanjutan dan perkembangan Calvinisme di Jenewa, Swiss. Asketisme kaum puritan memancar dalam etika mereka. Dalam buku Antropologi Agama, Brian Morris, memaparkan beberapa kritik terhadap tesis Weber ini. Kritik yang paling umum adalah penolakan terhadap berbagai korelasi atau pertalian antara Protestantisme dan Kapitalisme dengan didasarkan kepada landasan-landasan empiris. Misalnya, kapitalisme telah ada di negara-negara seperti Itali, Perancis, Spanyol, Portugal sebelum dan terlepas dari etika Protestan.
5. Kepemimpinan Kharismatik dan Kharisma
Kharisma dipandang oleh Weber sebagai kekuatan inovatif dan revolutif, yang menentang dan mengacaukan tatanan normatif dan politik yang mapan. Otoritas kharismatis didasarkan pada person ketimbang hukum impersonal. Pemimpin kharismatik menuntut kepatuhan dari para pengikutnya atas dasar keunggulan personal, seperti misi ketuhanan, perbuatan-perbuatan heroik dan anugerah yang membuat dia berbeda.
C. Analisis dan Kritisi serta Implementasi Pemikiran Weber
Analisis terhadap pemikiran Weber, saya akan memberikan contoh penjelasan dari pemikiran yang dikluarkan oleh Weber. Yaitu tentang kepemimpinan Kharismatik dan kharisma. Satu contoh hal itu adalah representatif adalah kharisma yang dimiliki oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mewarisi kharisma melalui hubungan darah, keturunan, dan institusi, disamping pengetahuan Gus Dur yang mendalam tentang masalah-masalah sosial, politik serta keagamaannya. Gus Dur telah mengeluarkan beberapa pemikiran keagamaan maupun masalah-masalah kemanusiaan dan demokrasi yang telah mengguncang tatanan normatif masyarakat Islam tradisional NU. Gus Dur yang lahir di daerah Jombang mempunyai seorang kakek yang kharismatik Hasyim Asy’ari yang merupakan satu dari pemimpin Muslim terbesar Indonesia serta seorang ayah Whid Hasyim yang juga merupakan tokoh penting dan pernah menjabat posisi Menteri Agama pada tahun 1945. Kharisma itulah yang membuat para pengikut Gus Dur sangat loyal, bahkan sekalipun tindakan Gus Dur seringkali sulit dipahami dan membingungkan banyak orang. Masyarakat tradisional NU bahkan berani mati untuk mendukung tokoh ini. Ini terbukti dengan dibentuknya “pasukan berani mati” untuk membela Gus Dur dari upaya-upaya yang ingin menjatuhkan kekuasaannya, sekalipun pembentukan pasukan ini juga mengundang kontroversi di kalangan NU juga.
Salah satu poin pokok Weber adalah tentang agama Kristen yang berpengaruh terhadap pembentukan kapitalisme dalam masyarakat modern. Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Kapitalisme yang dimaksud adalah sebagai bentuk kebiasaan yang sangat mendukung pengejaran rasionalitas terhadap keuntungan ekonomi. Semangat seperti itu telah menjadi kodrat manusia-manusia rasional, artinya pengejaran bagi kepentingan-kepentingan pribadi diutamakan daripada memikirkan kepentingan dan kebutuhan kolektif. Hal seperti itu memang baik, tapi dalam konteks masyarakatnya masih kurang memuaskan, karena hanya menekankan kepada dirinya sendiri dan tidak rasional dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya.
D. Kesimpulan
Pada dasarnya semua pemikiran yang telah dikemukakan oleh Weber merupakan salah satu pemikiran yang menunjukan demi kemajuan masyarakat. Pendapatnya tentang masyarakat adalah, masyarakat muncul secara abstark yaitu khayalan yang menunjukkan tentang kelahiran modernitas yang dijanjikan oleh pemikir sosial dalam lingkungan masyarakatnya. Weber menjelaskan tentang agama, kapitalisme, dan rasionalisasi merupakan bentuk masyarakat moder yang mempresentasikan institusionalisasi dan instrumental rasionalitas atas semua bentuk dukungan masyarakat. Kapitalisme modern merupakan akhir perjalanan akhir dari proses rasionalisasi. Weber juga melihat ada keterkaitan antara kehidupan penganut Calvinis yang diberi pedoman oleh agama mereka dan jenis perilaku serta sikap yang diperlukan bagi kapitalisme agar mereka bekerja secara efektif.
Menurut Max Weber bahwa suatu cara hidup yang teradaptasi dengan baik memiliki ciri-ciri khusus kapitalisme yang dapat mendominasi yang lainnya merupakan kenyataan yang real ketika masa-masa awal revolusi industri, ketika Weber hidup, kenyataan-kenyataan itu mejadi sesuatu yang benar-benar nyata dipraktekkan oleh manusia. Hidup harus dimulai di suatu tempat dan bukan dari individu yang terisolasi semata melainkan sebagai suatu cara hidup lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.

di himpun dari berbagai sumber..

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More