Senin, 15 Oktober 2012

PSIKOLOGI POLITIK : AGEN SOSIALISASI POLITIK

PERANAN KELUARGA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN SOSIALISASI POLITIK 1. Sosialisai Politik Menurut Almond, sosialisasi politik merupakan proses “induksi ke dalam budaya politik”, dan membawa pada berkembangnya serangkaian perilaku di antara para anggota sistem itu. Hal itu dapat dijalankan oleh berbagai elemen dalam masyarakat, dan dengan gaya yang berlain-lainan jika secara langsung berhubungan dengan politik, maka dapat digambarkan dengan sosisalisasi, yang tampak; jika berhubungan tidak langsung, maka merupakan sosialisasi laten. Agen-agen Sosialisasi Politik dalam Sistem Politik Indonesia adalah merupakan lembaga-lembaga yang sudah terinternalisasi dalam masyarakat. lembaga-lembaga tersebut adalah keluarga, kelompaok bemain (peer group)/ kontak politik langsung, teman sekolah, pekerjaan dan media masa. Seorang individu tersosialisasi di bidang politik tidak hanya melalui satu sarana saja. Seorang individu dapat tersosialisasi politik melalui berbagai macam sarana yang ada. Berbagai sarana yang ada itu dapat dialami oleh seorang individu dalam proses sosialisasi secara bersama-sama. Hal seperti ini sangatlah mungkin karena hidup seseorang tidak hanya didalam suatu lingkungan yang tertentu saja, tetapi yang bersangkutan juga hidup didalam berbagai lingkungan lainnya secara bersama-sama   A. Keluarga Sebagai Agen Sosilaisasi Politik Di dalam keluarga, seorang anak pertama kali belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial didalam hubungan interaksi dengan kelompok. Beberapa kalangan berpendapat bahwa sebagian besar interaksi orang tua-anak memiliki implikasi masa depan karena keluarga adalah tempat masing-masing individu belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain dimana interaksi antara anak dan orang tuanya menentukan bagaimana individu kecil berespons terhadap orang lain sepanjang hidupnya. Kondisi keluarga sangat berpengaruh dalam setiap sendi kehidupan sosial, politik dan budaya si anak sehingga hubungan dengan keluarga merupakan landasan sikap terhadap orang, benda dan kehidupan secara umum. Seperti yang diutarakan Gerungan dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial, ada empat kondisi keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial seorang anak: 1. Status sosio-ekonomi Dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan materiil yang dihadapi anak dalam keluarganya menjadi lebih luas, ia dapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada penunjangnya. Namun kondisi sosio-ekonomi yang paling menguntungkan bagi perkembangan sosial anak ialah pada posisi menengah. Latar belakang sosio-ekonomi yang sangat tinggi ataupun justru sangat rendah dapat merupakan handicap sosial bagi perkembangan anak. 2. Keutuhan keluarga Yang dimaksud keutuhan keluarga adalah adanya formasi lengkap dari kedua orangtuanya dalam artian ada ayah, ibu dan anak-anaknya. Apabila tidak ada ayah atau ibu atau keduanya, maka struktur keluarga itu tidak lengkap lagi. Selain itu juga, interaksi dalam keluarga tersebut berlangsung wajar dan harmonis. Apabila kedua orangtuanya sering cekcok disertai tindakan-tindakan yang agresif, keluaga itu tidak dapat disebut utuh. Terdapat bukti yang cukup jelas bahwa ketidakutuhan keluarga pada umumnya memiliki pengaruh negative terhadapa perkembangan sosial anak. 3. Sikap dan kebiasaan orangtua Cara dan sikap orangtua juga memegang peranan yang cukup penting bagi perkembangan ciri-ciri pribadi seorang anak. Terkait dengan cara mendidik dalam keluarga, yaitu  Sikap otoriter Dalam keluarga yang otoriter, anak akan terbentuk menjadi orang yang passivitet (sikap menunggu), menyerahkan segalanya terhadap pemimpin, mudah putus asa dan aggresivitet.  Sikap demokratis Orangtua yang bersifat demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, lebih giat dan lebih bertujuan, tetapi juga memberi kemungkinan berkembang menjadi anak yang tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri.  Sikap overprotective Dimana orangtua terlampau cemas dan hati-hati dalam mendidik anak. Orangtua senantiasa menjaga-jaga keselamatan anak-anaknya dan mengambil tindakan yang berlebihan agar terhindar dari bahaya. 4. Status Anak Status anak sebagai anak tunggal, anak sulung atau bungsu dapat mempengaruhi perkembangan sosial di dalam keluarganya. Anak tunggal cenderung egois sekali dan memiliki keinginan untuk berkuasa yang berlebihan tetapi lebih mudah mengorientasikan dirinya kepada orang-orang dewasa dan kepada cita-cita dan sikap pandang orang dewasa. Anak sulung biasanya kurang aktif dan kurang berusaha dibandingkan anak kedua yang justru lebih ambisius karena mendapat perhatian dan kasih sayang yang berlebih dari orang tuanya. Keluarga dalam Sosialisasi Politik Pengaruh keluarga bergantung pada hubungan diantara keluarga dengan agen politik lainnya dan keluarga inti. Faktanya, banyak pembelajaran politik terjadi melalui keluarga dibandingkan melalui pembelajaran khusus politik. Dawson & Prewitt melakukan penelitian dan investigasi yang menyimpulkan bahwa perilaku politik anak sangat di pengaruhi oleh tindakan politik kedua orangtuanya. Hal ini menurut Freud disebut identifikasi yaitu metode yang dipergunakan orang dalam menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian dari kepribadiannya. Anak mengidentifikasikan diri dengan orang tuanya, karena bagi anak, mereka itu adalah omnipotent, setidak-tidaknya selama mereka masih sangat kecil; setelah anak lebih besar dia menemukan orang-orang lain tempat dia mengidentifikasikan diri, karena orang-orang lain itu ternyata lebih cocok dengan kebutuhannya. Menurut W. A Gerungan identifikasi itu berarti kecenderungan atau keinginan dalam diri anak untuk menjadi sama seperti ayahnya atau sama seperti ibunya. Jadi identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak itu. Artinya anak itu secara tak sadar mengambil sikap-sikap orang tua sebagai tempat identifikasi itu. Jadi, dalam proses identifikasi, seluruh sistem norma, sikap, tingkah laku politik orang tuanya sedapat-dapatnya dijadikan norma-norma, cita-cita, dan seterusnya dari anak itu sendiri. Agar pengaruh politik orang tua terhadap anak hasilnya maksimal, Robert Lane (dalam Althoff, 1983: 60) mensugestikan bahwa terdapat tiga kepercayaan politik yang dapat diletakkan melalui dan di dalam keluarga: 1) Dengan indoktrinasi terbuka (overt) dan indoktrinasi tertutup (covert); 2) Dengan jalan menempatkan anak dalam satu konteks sosial khusus; 3) Dengan jalan membentuk kepribadian anak. Peranan keluarga dalam sosialisasi politik berdasarkan tugas yang lebih besar dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan anak sehingga timbul cinta dan afeksi, anak secara lambat laun memperoleh identitas diri dan selanjutnya mampu mengidentifikaskan diri dengan oran lain. Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi politik seorang anak, diantaranya karena: 1. Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak, 2. Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) politik orang tua, 3. Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga, 4. Tingkat minat orang tua terhadap politik, 5. Proses sosialisasi politik keluarga. Dari uraian di atas nampak bahwa peranan kehidupan keluarga dalam mendorong sosialisasi politik seseorang anak secara keseluruhan dipengaruhi oleh lingkungan, secara tidak langsung. Keluarga itu menyajikan dan juga merupakan bagian dari lingkungan yang bisa menghasilkan perolehan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap tertentu yang secara umum dianut dalam keluarga.   B. Sekolah (pendidikan) Sebagai Agen Sosialisasi Politik Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan guru. Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang kongkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan permainan politik yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan memberikan symbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspresif terhadap system tersebut. Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara yang diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra yang diselenggarakan oleh OSIS. Dalam hubunganya dengan sosialisasi politik, ada pendapat yang menyatakan bahwa pengaruh sekolah dalam sosialisasi dapat dilaksanakan melalui 3 jalan/cara, yaitu : 1. Didalam kelas, termasuk kurikulum formal, kehadiran didalam kelas, dan penurunan nilai-nilai serta perilaku yang tidak disadari oleh guru didalam kelas. 2. Karakteristik informal sekolah sebagai lingkungan sosial, organisasi pemuda yang bersifat politik maupun non politik, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler. 3. Efek pendidikan yang ditimbulkan dari ketertarikan didalamnya, mengenai informasi didalamnya dan partisipasi dalam kegiatan politik Dalam konteks perkembangan anak, setelah mereka mendapatkan sosialisasi dirumah, anak akan mendapatkan sosialisasi dilingkungan luarnya. Untuk mendapatkan pendidikan diluar lingkungan keluarga maka selanjutnya anak akan mendapatkan pendidikan disekolah. Dilingkungan sekolah seorang anak akan mendapatkan pendidikan dan penurunan nilai-nilai politik secara langsung oleh guru-guru mereka. Peranan sekolah sangat besar dalam penurunan nilai-nilai. Disekolah, anak akan secara langsung anak menemukan simbol-simbol nasional, seperti adanya bendera nasional, pahlawan-pahlawan beserta pandangannya. Disekolah juga diajarkan mata pelajaran-mata pelajaran yang berhubungan dengan nilai-nilai politik bangsa Indonesia yakni pendidikan kewarganegaraan, seperti pada tingat dasar, menengah dan atas diajarkan yang berkaitan dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan dan penurunan nilai-nilai politik ini terus berjenjang sesuai dengan tingkat pendidikan agen sosialisasi dan penerima sosialisasi. Sosialisasi politik di lingkungan sekoolah juga bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan sekolah, misalnya melalui OSIS dan kegiatan Pramuka. Melalui kegiatan ekstrakurikuler tersebut, siswa diajar dan dilatih mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan ketua osis bisa dikatakan sebagai bentuk langsung dari sosialisai politik dilingkungan sekolah.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More