Sabtu, 28 Mei 2011

JURGEN HABERMAS


JURGEN HABERMAS
A. Biografi Jurgen Habermas
Habermas adalah seorang pemikir sosial yang sangat penting di dunia dewasa ini. Lahir di Dusseldorf, Jerman 18 Juni1929 dari keluarga kelas menengah yang agak tradisional. Ayahnya pernah menjabat direktur Kamar Dagang. Ketika berusia belasan tahun selama PD II Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang. Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas. Termasuk literatur Barat dan Jerman maupun risalah yang ditulis oleh Marx dan Engels. Antara tahun 1949 dan 1954 Habermas mempelajari berbagai topik (antara lain filsafat, psikologi, kesusasteraan Jerman) di Gottingen, Zurich, dan Bonn. Namun, tak seorang guru pun di tempat Habermas sekolah itu yang benar-benar terkenal dan kebanyakan mereka mendukung Nazi secara terang-terangan atau hanya melanjutkan pelaksanaan tanggung jawab akademis mereka di bawah rezim Nazi sebelumnya. Habermas mendapat gelar doktor dari Universitas Bonn tahun 1954 dan selama dua tahun bekerja sebagai jurnalis.
Jurgen Habermas adalah seorang ahli teori filsuf dan sosial dalam tradisi teori kritis. Karyanya berfokus pada dasar-dasar teori sosial dan epistemologi, analisis masyarakat industri maju kapitalis dan demokrasi dan supremasi hukum dalam konteks sosial-evolusioner kritis, dan kontemporer (khususnya Jerman) politik.
Habermas telah diintegrasikan ke dalam kerangka komprehensif teori sosial dan filsafat pemikiran filsafat Jerman Kant, Schelling, Hegel, Dilthey, Husserl, dan Gadamer, tradisi Marxis - baik teori Marx sendiri serta teori neo-Marxis penting dari Sekolah Frankfurt, Horkheimer yaitu, Adorno, dan Marcuse -, teori-teori sosiologis Weber, Durkheim, dan Mead, filsafat linguistik dan teori tindak tutur Wittgenstein, Austin, dan Searle, tradisi pragamatist Amerika Peirce dan Dewey, dan sosiologis sistem teori Parsons.

B. Pemikiran Jurgen Habermas
Dalam Dialectic of Enlightenment yang diterbitkan pada tahun 1947, Adorno dan Horkheimer menyatakan bahwa usaha untuk mencapai nalar pencerahan dan kebebasan ternyata berdampak pada munculnya bentuk baru irasionalitas dan represi. Pasca perang dunia, Adorno mengembangkan cara berpikir yang disebut dialektika negatif yang menolak segala bentuk pemikiran afirmatif tentang etika dan politik. Sementara Horkheimer semakin tertarik pada teologi. Di titik inilah Habermas, yang bergabung dengan Institut Penelitian Sosial Frankfurt pasca perang dunia, memulai pemikirannya.
Pemikiran Habermas berbicara tentang pengembangan konsep nalar yang lebih komprehensif, yakni nalar yang tidak tereduksi pada instrumen teknis dari subjek individu, dalam pengertian monad, yang kemudian memungkinkan terbentuknya masyarakat emansipatif dan rasional. Usaha ini melahirkan tesis tentang keterkaitan antara pengetahuan dan kepentingan manusia. Tentang hal ini, Habermas mempostulasi keberadaan tiga kepentingan manusia yang berakar. Tiga kepentingan ini adalah: teknis (technical), praktis (practical), dan emansipatoris (emancipatory). Secara berurutan pengertian tiga kepentingan ini adalah kepentingan yang membentuk pengetahuan dalam kontrol teknis terhadap alam, dalam memahami orang lain, dan dalam membebaskan diri dari struktur-struktur dominasi. Barat modern menyaksikan bahwa keinginan menguasai alam berubah menjadi hasrat mendominasi manusia lain. Untuk memperbaiki penyimpangan ini, Habermas menekankan rasionalitas yang inheren dalam kepentingan praktis dan emansipatoris. Dia menegaskan bahwa dasar rasional untuk kehidupan bersama hanya dapat diraih ketika hubungan sosial diatur menurut prinsip bahwa validitas konsekuensi politis tergantung pada kesepakatan yang dicapai dalam komunikasi yang bebas dari dominasi. Konsepsi Habermas tentang teori kritis mengalami kristalisasi pada tahun 60-an dalam karyanya tentang filsafat ilmu sosial, On the Logic of the Social Sciences dan Knowledge and Human Interests. Habermas mengkritik positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, dengan mengatakan bahwa paradigma positivistik sesuai untuk ilmu-ilmu alam yang tujuan akhirnya adalah mengontrol alam. Ilmu budaya (cultural sciences), seperti sejarah dan antropologi, lebih sesuai didekati secara interpretatif. Tapi ketika berbicara tentang ilmu-ilmu sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis seperti dalam ilmu alam dan praktis seperti dalam ilmu budaya seharusnya berada dibawah kepentingan emansipatoris. Dengan demikian, yang harus dilakukan ilmuwan sosial adalah, pertama, memahami situasi subjektif yang terdistorsi secara ideologis dari individu atau kelompok; kedua, memahami kekuatan-kekuatan yang menyebabkan situasi tersebut; dan ketiga, menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan ini bisa diatasi melalui kesadaran individu atau kelompok yang teropresi tentang kekuatan-kekuatan itu.
Habermas adalah seorang pembela proyek modernitas yang tidak terlepas dari zaman Pencerahan. Pembelaan ini didasarkan atas dasar-dasar yang universal. Pencerahan, bagi Habermas, adalah penanda kesadaran bahwa kemampuan berkomunikasi rasional membedakan manusia dari selainnya. Habermas berpandangan bahwa dunia dewasa ini terdiri dari ragam ideal-ideal kehidupan dan orientasi-orientasi nilai yang saling bersaing, yang, karena pengaruh batas-batas bahasa dan institusi, hanya beberapa diantaranya yang mencapai wilayah publik luas. Untuk itu, bagi Habermas, dibutuhkan teori moral normatif. Kondisi modernitas, dimana ideal-ideal individu begitu beragam sehingga etika tidak lagi bisa memaksakan suatu nilai tertentu, membutuhkan prosedur tertentu untuk menyelesaikan konflik. Agar supaya bisa memenuhi tuntutan moral, prosedur dimaksud harus didasarkan pada prinsip bahwa semua manusia harus saling menghormati sebagai pribadi yang merdeka dan setara. Teori kebenaran Habermas bersifat realis, yang berarti bahwa dunia objektif, alih-alih kesepakatan ideal, adalah penentu kebenaran. Jika sebuah pernyataan, yang kita anggap benar, ternyata benar, hal itu karena pernyataan itu dengan tepat merujuk pada objek yang ada atau dengan tepat mewakili kondisi sebenarnya. Habermas menghindari perbincangan tentang metafisika dan lebih memilih berbicara tentang hal-hal yang praktis dan implikasinya untuk diskursus dan tindakan keseharian.
Kunci dari sosial kritis terletak pada upaya pembebasan (pencerahan). Ilmuwan tidak selayaknya mengacuhkan masyarakat –demi mengejar obyektivitas ilmu. Ilmuwan haruslah menyadari posisi dirinya sebagai aktor perubahan sosial. Karena itu, teori kritis menolak tegas positivisme, dan ilmuwan sosial wajib mengkritisi masyarakat, serta mengajak masyarakat untuk kritis. Sehingga, teori kritis bersifat emansipatoris. Emansipasi mutlak diperlukan, untuk membebaskan masyarakat dari struktur yang menindas. “Kesadaran palsu” senantiasa ada dalam masyarakat, dan itu harus diungkap dan diperangi. Selain itu, ciri lain dari studi kritis adalah interdispliner.
C. Analisis Pemikiran Habermas
Dalam pemikirannya Habermas mengutarakan mengenai keterkaitan antara pengetahuan dan kepentingan manusia. Kemudian Habernas mempostulasi keberadaan tiga kepentingan manusia yang berakar. Tiga kepentingan ini adalah: teknis , praktis , dan emansipatoris. Secara berurutan pengertian tiga kepentingan tersebut adalah kepentingan yang membentuk pengetahuan dalam kontrol teknis terhadap alam, memahami orang lain, dan membebaskan diri dari struktur-struktur dominasi.
Habernas menekannkan pada rasionalitas untuk mengatasi keinginan manusia yang berhasrat untuk menguasai alam. Dalam dunia ilmu-ilmu sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis seperti dalam ilmu alam dan praktis seperti dalam ilmu budaya seharusnya berada dibawah kepentingan emansipatoris. Teori kritis harus bersifat emansipatoris , hal ini bisa dicapai apabila Ilmuwan tidak mengacuhkan masyarakat demi mengejar obyektivitas ilmu. Ilmuwan harus menyadari posisi dirinya sebagai aktor perubahan sosial. Hal ini bisa di aplikasikan dalam bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakatnya, untuk membuat suatu kebijakan. Pemerintah hendaknya terjun langsung didalam masyarakat, sehingga kebijakan yang di buat akan tepat sasaran dan tidak menimbulkan pro-kontra di masyarakat tersebut.
Pemerintahan yang baik adalah pemeritah yang dekat dengan rakyatnya, pejabat-pejabat atau para pegawai pemerintahan yang baik adalah mereka yang memberikan pelayanan yang ramah kepada masyarakatnya. Sehingga pemerintah bisa memperoleh legitimasi yang tinggi dari rakyatnya.
D. Kesimpulan
Dari uraian pendapat Habernas, bisa diketahui bahwa habernas berbicara tentang pengembangan konsep nalar yang lebih komprehensif dan hubungan ilmu alam dengan ilmu sosial. Habernas juga mengemukakan mengenai teori kritis nya, Kunci dari sosial kritis terletak pada upaya pembebasan pencerahan bahwa seorang ilmuan hendaknya berada di tengah masyarakat juga, bukan malah mengacuhkan masyarakat, ilmuan harus mengajak kritis masyarakat disekitarnya. Teori kritis ini bisa diterapkan di Indonesia , salah satu diantaranya adalah melalui bentuk pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya.
E. Referensi
http://doktorpaisal.wordpress.com/2009/11/24/biografi-jurgen-habernas/
Fransisko Budi Hardiman, Kritik Ideologi, Yogyakarta, Buku Baik, 2004.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More